Thursday, May 14, 2009

Language Choice: Loe Mau Ngomong Apa?

Kalau di obrolan sebelumnya kita mengutak-atik scope of sociolinguist-chic dan contohnya adalah how pronunciation atau lebih tepatnya accent can cost lives (mengenang Bu In, dosen pronunciation luar biasa yang selalu menekankan akurasi, RIP), kali ini obrolan ini untuk mengenang Pak Hendro dosen reading aloud [a lot] (karena alot untuk lidah ngGodean saya) yang kalau ada mahasiswa yang reading-nya sasar-susur alias tidak karuan, beliau bilang: “Kowe ki arep matur apa?” yang bahasa gaulnya “Loe mo ngomong apa?”

Kita beruntung lahir dalam multilingual community alias masyarakat dengan banyak bahasa. Di Indonesia kebanyakan orang bisa berbicara paling tidak dua bahasa. Generasi yang lebih muda biasanya mengerti 3 bahasa, bahasa lokal, bahasa Indonesia dan Inggris.

Lebih hebatnya lagi, kita punya kecerdasan sosiolinguis-chic atau yang biasa disebut sociolinguitic competence karenanya. Orang gak harus mikir mau ngomong pakai bahasa apa waktu ketemu orang lain, langsung aja omong Jawa, Sunda, Indonesia, Mandarin, atau Inggris. Anak kecil aja langsung cerdas kalau dengan orang tua pakai bahasa lokal, kalau ketemu gurunya langsung pakai bahasa Indonesia. Coba bayangkan kalau harus mikir, kan jadi ribet.

Dulu orang yang ngomong satu bahasa saja itu yang dianggap orang normal oleh para ahli bahasa Eropa, kalau bisa ngomong banyak bahasa itu gak normal (mungkin karena kebanyakan masyarakat Eropa monolingual, jadi mereka ngiri dan kita-kita ini dianggap gak normal) padahal pada kenyataannya norma masyarakat adalah multilingual.

Coba bisa gak sehari ngomong pakai satu bahasa saja? Gak boleh pakai kata dari bahasa lain? Gak boleh ganti dari bahasa formal ke bahasa gaul? Atau seharian ngomong pakai bahasa gaul saja? Kalau pakai bahasa formal terus hidup jadi garing, kalau pakai bahasa gaul terus pasti ada banyak orang tua tersinggung, kan?

Nah coba sekarang lihat linguistic repertoire-mu sendiri alias kebiasaan berbahasamu. Apa saja yang mempengaruhi pilihan bahasamu?

1. Kalau kamu berbicara dalam lingkup keluarga, dengan bapakmu, tempatnya di rumah, topiknya merancang pesta penikahan kakakmu, bahasa apa yang kamu pakai? ……………………………………..

2. Kalau kamu berbicara dalam lingkup pertemanan, dengan teman sekelasmu, tempat di kampus, topiknya bintang film favorit, bahasa apa yang kamu pakai? …………………………………………………….

3. Kalau kamu berbicara dalam lingkup perkuliahan, dengan dosenmu, tempatnya di dalam kelas, topiknya perkuliahan yang sulit, bahasa apa yang kamu pakai? ……………………………………………….

Apa jawaban untuk tiga pertanyaan tadi? Which code do you use? Code mana yang kamu pakai? Code sih sebenarnya cuma istilah kerennya bahasa.

Tiga pertanyaan tadi sih masih bisa diperpanjang, misalnya kalau ngomong sama anjing pakai bahasa apa ya? (Tanya Dini (07), Patricia (04), Dea (05), atau BC (90). Kalau ngomong sama makluk halus pakai which code ya? (Tanya Mas Danang).

Nah ini contoh code yang ganti-ganti karena berbagai alasan.

Nah jadinya pilihan kode atau bahasa apa yang dipakai diantaranya dipengaruhi oleh: Domain (apa ranah obrolannya), addressee (ngomongnya sama siapa), topic (ngomongin apa), dan setting (ngobrolnya dimana). Setuju? Kalau gak percaya Tanya deh pada Holmes, Trudgill, dan Wardaugh dan teman-temannya.

Referensi:

Fishman, Joshua A. 1997. “The Socilogy of Language” in Sociolinguistics: a Reader and Coursebook . Coupland, Nikolas and Adam Jaworsky (eds.). New York: Palgrave.

Trudgill, Peter. 2000. Sociolinguistics: An Introduction to Language and Society. London: Penguin Books Ltd.

3 comments: